Tradisi ini diselenggarakan secara turun temurun sejak cikal bakal desa setempat yaitu mbah Bei Kayangan membuka desa itu. Namun setelah sempat terhenti selama 15 tahun, sejak 3 tahun terakhir acara tersebut diadakan kembali. Tujuan dari acara tersebut memberdayakan adat, tradisi dan kesenian masyarakat Kawasan Budaya Menoreh sebagai upaya untuk memperkuat identitas dan karakter masyarakat Kulonprogo serta melestarikan keunikan budaya lokal dan kedaerahan sehingga mampu unjuk tampil di tingkat lokal, nasional bahkan internasional.
Tradisi tahunan yang diadakan pada hari Rabu Pungkasan (terakhir) bulan Sapar pada penangalan Jawa atau tepatnya pada penanggalan masehi yaitu tanggal 25 Februari 2009 yang dimulai pukul 10.00 WIB – selesai dengan acara utama:
- Kulo Nuwun dari tokoh spiritual untuk petilasan Brawijaya dan Mbah Bei Kayangan Selanjutnya Jamasan Jaran Kepang (Ngguyang Kuda Kepang) yaitu memandikan kuda kepang dengan air mengalir Kali Kayangan & Kali Ngiwo. Jamasan di pinggir Kali Kayangan ini oleh Pemimpin Spiritual Kali Kayangan melalui prosesi doa. Sebelumnya, para penunggang jaran kepang diberi minum dengan air pecrean mBah Bei Kayangan yang diduga mempunyai kharomah untuk bisa menyembuhkan berbagai penyakit, oleh Arel (spiritual bocah) yang kini lagi rame dikunjungi para pencari kesembuhan jasmani maupun konsultasi kehidupan lewat Eyang Dewi. Kuda kepang kibar sebentar di halaman Bendung Kayangan baru selanjutnya masuk sungai tempuran.
- Kenduri Saparan (Kembul Sewu Dulur) yaitu acara untuk Mengenang mBah Bei Kayangan, dan lokasi bekas tempat Prabu Brawijaya V melakukan tetirah dalam pelariannya dari Majapahit. Warga membawa berbagai macam makanan dengan hidangan utama Bothok Lele dan Panggang Emas dalam sebuah tenong, berkumpul di dekat Bendung Kayangan dan melakukan doa bersama dipimpin oleh seorang Modin setempat guna mengirim doa bagi para leluhur serta sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rizki-Nya. Dilanjutkan makan bersama makanan yang dibawa warga serta tamu undangan pun diminta makan bersama.
Berbarengan dengan acara tersebut adalah melukis bersama oleh kurang lebih 30 pelukis peduli menoreh diantaranya Kartika, Godod Sutejo, Harsono, Djoko Sardjono, Dewobroto, kelompok pelukis SELARAS: Ade Kartono, Sumadi, Kamiran Suriyadi, Honno Lette, nJedit, Ledek Sukadi, serta Tokoh – tokoh SANGGAR BAMBU seperti : Soenarto Pr, Narto Mohammad, Mahyar, Achmad Almasih, Totok Buchori, Muryoto, Hartoyo (adapun Kelompok Sanggar Bambu Sendiri akan menyelenggarakan Pameran dalam rangka 50 tahun Sanggar Bambu di Taman Budaya Yogyakarta tanggal 27 Maret s/d 1 April 2009 ).
Tak ketinggalan Pelukis dari Purwokerto, Solo, dan Klaten juga akan ikut memeriahkan acara tersebut. Hasil Melukis Bersama ini nantinya akan dipamerkan di Posnya Seni Godod Jl Suryodiningratan MJ II/ 641 Yogyakarta mulai tanggal 5 – 20 Maret 2009 buka pukul 09.00 – 21.00 WIB.
Acara selanjutnya adalah konsultasi perjalanan hidup dan pengobatan oleh Arel kurang lebih jam 14.00 – 15.00, nantinya akan rutin diadakan pada setiap hari rabu wage di tempat ini mulai jam 14.00 – sore hari.
Begitu beragamnya tersebut sehingga mampu diapresiasi oleh masyarakat luas dalam melestarikan kebudayaan kulonprogo khususnya dan kebudayaan bangsa Indonesia pada umumnya.