Namun ketika melewati depan Museum Gula Gondang Klaten, yang hanya berjarak sekitar 1 km ke arah timur Candi Prambanan, suasananya terlihat sepi senyap. Pada hari libur pun sepi, apalagi pada hari biasa.
Bisa dikatakan, museum yang diresmikan Gubernur Jawa Tengah (saat itu Soepardjo Rustam) pada tanggal 11 September 1982 ini selalu kesepian. Padahal lokasinya yang menyatu dengan kompleks Pabrik Gula (PG) Gondang Baru ini sangat strategis. Terletak di pinggir jalan raya Yogyakarta-Solo, yang tentu dilalui para wisatawan saat ingin berkunjung ke Prambanan atau ke berbagai objek wisata di Solo dan Yogyakarta.
Apakah ini sudah merupakan nasib museum di mana saja yang selalu sepi dari pengunjung. Seperti nasib Museum Radya Pustaka di pinggir Jalan Slamet Riyadi (jalan utama di Kota Solo), Museum Sonobudoyo Yogyakarta yang terletak di kawasan Alun-alun Utara, Museum Ronggowarsito di Semarang, dan sejumlah museum-museum lainnya di Indonesia.
Di Museum Gula, kita bisa menelusuri sejarah pabrik gula yang saat itu bernama PG Gondang Winangoen dan berdiri pada tahun 1860. Di masa pendudukan Jepang, pabrik gula ini sempat berhenti berproduksi, dan diubah menjadi pabrik dan gudang senjata bakatentara Jepang. Baru setelah masa kemerdekaan, pabrik gula ini kembali difungsikan lagi, dan tahun 1960 namanya diganti menjadi PG Gondang Baru.
Memasuki ruang museum, kita akan 'dikenalkan' dengan PG Gondang Baru melalui miniaturnya. Juga peta titik lokasi sejumlah pabrik gula di Jawa Tengah. Masuki ruangan kedua, kita dapat melihat berbagai alat pertanian yang digunakan untuk menanam tebu, jenis-jenis tebu, hama-hama pengganggu, dan lain sebagainya.
Di ruangan ketiga, terdapat berbagai peralatan untuk memproduksi tebu menjadi gula pada masa dulu. Dari mulai apa yang dinamakan amperemeter, sekering, trafo, mesin jahit karung, timbangan, dan aneka peranti tempo doeloe lainnya.
Memasuki ruangan berikutnya, kita dapat menyaksikan berbagai foto tradisi upacara selamatan ketika akan memulai giling tebu.Misalnya, upacara selamatan temanten tebu dengan berbagai upacara pendukung lain seperti pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk, penanaman sesaji yang biasanya menggunakan kepala kerbau atau sapi untuk ditanam, demi memohon keselamatan selama masa dan pascaproduksi. Kegiatan itu biasanya dilaksanakan pada bulan Mei hingga September.
Di museum ini, para pengunjung juga dapat dilihat miniatur pabrik gula lain di Jawa Tengah, misalnya PG Tasikmadu (Karanganyar). Ada juga alat transportasi pengangkut tebu bernama kereta lori, yang menjadi pengangkut dari kebun ke pabrik. Hanya saja, saat ini lori hanya digunakan sebagai pengangkut tebu menuju stasiun penggililingan.
Ada salah satu lokomotif uap yang usianya tua dan oleh orang-orang pabrik dinamakan Simbah. Loko uap Simbah ini buatan Jerman (1818). Dulu, Simbah digunakan untuk mengangkut tetes tebu ke Stasiun Srowot untuk kemudian dibawa ke Semarang atau Surabaya.
Wisatawan Asing
Kalau melihat buku tamu dari pengunjung Museum Gula Gondang, sebenarnya ada sejumlah wisatawan asing yang mampir. Ada yang menulis dari Belanda, Jerman, Jepang, Belgia dan Inggris.
Melihat hal ini, sebenarnya museum ini juga bisa 'dijual' pada para wisatawan, baik asing maupun domestik. Hanya saja, diperlukan kreativitas agar lebih banyak wisatawan tertarik mampir ke tempat ini. Misalnya memoles berbagai upacara tradisi menuju musim giling agar mampu menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Tentu berbagai kegiatan tradisi ini dapat dijadikan agenda tetap, kemudian dipromosikan, agar lebih banyak wisatawan dan masyarakat yang tahu.
Perlu juga dikembangkan paket wisata keliling pabrik gula dengan menggunakan lori pada hari-hari di luar masa produksi, sehingga makin menarik minat penguunjung museum untuk memanfaatkannya. Harus diakui, informasi tentang berbagai event dan paket wisata ini kurang dipromosikan kepada masyarakat. Brosur tentang museum ini juga jarang didapatkan di agen-agen wisata.
Untuk lebih mengenalkan objek wisata di Kabupaten Klaten, Dinas Pariwisata setempat bisa membuat paket-paket wisata. Misalnya dengan rute Candi Prambanan-Museum Gula-Desa Wisata Bayat.
Apalagi Bayat mempunyai objek wisata ziarah makam Sunan Bayat di Bukit Tembayat, sentra kerajinan batik di Desa Jarum, sentra kerajinan gerabah di Pager Jurang, atau makam Raden Ronggowarsito di Palar, Trucuk. Bisa juga membangun rute Candi Prambanan-Museum Gula Gondang-Deles Indah (lereng Merapi).
Masih banyak objek wisata potensial di Kabupaten Klaten yang bisa memesona wisatawan. Agar jejaring wisata ini makin meluas, bisa saja Dinas Pariwisata Klaten melakukan kerja sama dengan daerah tetangga, seperti Dinas Pariwisata Surakarta dan dan Dinas Pariwisata Yogyakarta. Misalnya membuat paket wisata mengunjungi museum di tiga kota itu: Museum Radya Pustaka (Solo) - Museum Gula Gondang (Klaten) - Museum Sonobudoyo (Yogyakarta). Berani dicoba?
Penulis: Hamid Nuri, pemerhati masalah kepariwisataan, tinggal di Kotagede, Yogyakarta. Sumber: Suara Merdeka, 27 Januari 2009.