Buku "Kota Jogjakarta 200 Tahun, 7 Oktober 1756 - 7 Oktober 1956" (Darmosugito dkk./ Panitya-Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun, Yogyakarta: 1956) memuat makna lambang Kota Yogyakarta yang masih dipergunakan hingga saat ini, sebagai berikut:
Lambang Kotapradja Jogjakarta memiliki perbandingan 18:25, yaitu dimaksudkan untuk memperingati tahun bermulanya perjuangan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta pada tahun 1825.
Lambang ini menggunakan lima warna, yaitu: hitam, kuning, putih, merah dan hijau. Warna hitam melambangkan keabadian, warna kuning melambangkan keluhuran, dan warna putih melambangkan kesucian. Kemudian warna merah melambangkan keberanian dan warna hijau melambangkan kemakmuran.
Kalimat "Mangaju Hajuning Bawana" merupakan ungkapan cita-cita untuk menyempurnakan kehidupan masyarakat.
Bintang emas menjadi lambang cita-cita kesejahteraan, yang dicapai dengan usaha di lapangan kemakmuran (padi dan kapas: makanan dan pakaian).
Bentuk perisai menjadi lambang pertahanan dan bentuk segilima bermakna Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Bentuk tugu mencitrakan Kota Jogjakarta sendiri.
Dua sayap melambangkan adanya kekuatan yang seimbang. Kemudian gunungan merupakan lambang kebudayaan, beringin kurung adalah kerakyatan, banteng mewujudkan semangat, dan keris menjadi simbol perjuangan.
Terdapat dua kalimat sengkala, yaitu: "Gunaning keris anggatra Kotapradja" yang bermakna angka tahun 1953 Masehi dan "Warna hasta samadyaning Kotapradja" yang bermkana angka tahun 1884 Jawa.
Lambang Kotapradja Jogjakarta memiliki perbandingan 18:25, yaitu dimaksudkan untuk memperingati tahun bermulanya perjuangan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta pada tahun 1825.
Lambang ini menggunakan lima warna, yaitu: hitam, kuning, putih, merah dan hijau. Warna hitam melambangkan keabadian, warna kuning melambangkan keluhuran, dan warna putih melambangkan kesucian. Kemudian warna merah melambangkan keberanian dan warna hijau melambangkan kemakmuran.
Kalimat "Mangaju Hajuning Bawana" merupakan ungkapan cita-cita untuk menyempurnakan kehidupan masyarakat.
Bintang emas menjadi lambang cita-cita kesejahteraan, yang dicapai dengan usaha di lapangan kemakmuran (padi dan kapas: makanan dan pakaian).
Bentuk perisai menjadi lambang pertahanan dan bentuk segilima bermakna Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Bentuk tugu mencitrakan Kota Jogjakarta sendiri.
Dua sayap melambangkan adanya kekuatan yang seimbang. Kemudian gunungan merupakan lambang kebudayaan, beringin kurung adalah kerakyatan, banteng mewujudkan semangat, dan keris menjadi simbol perjuangan.
Terdapat dua kalimat sengkala, yaitu: "Gunaning keris anggatra Kotapradja" yang bermakna angka tahun 1953 Masehi dan "Warna hasta samadyaning Kotapradja" yang bermkana angka tahun 1884 Jawa.