08:39

Menulis Kembali Sejarah Kota Yogyakarta

by , in
Arsip ini merupakan transkripsi bagian Permulaan Kata (preface) dari buku "Kota Jogjakarta 200 Tahun, 7 Oktober 1756 - 7 Oktober 1956" (Darmosugito dkk./ Panitya-Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun, Yogyakarta: 1956). Kecuali pembagian paragraf, arsip ini ditulis kembali dengan susunan kalimat dan ejaan sebagaimana aslinya.

Kesulitan-kesulitan jang saja alami dalam mengerjakan „Sejarah Kota Jogjakarta", yang terutama terletak kepada bahan-bahan yang dapat memberikan kesempurnaan hingga tulisan ini bisa dipertanggung-jawabkan, untuk mengisi kekurangan-kekurangan sejarah dan perkembangan kehidupan bangsa Indonesia pada umumnya, penduduk Jogjakarta pada khususnya, karena bagaimana juga saya berusaha mencari kebutuhan-kebutuhan itu, dengan bantuan beberapa ahli sejarah, terutama dari fihak Radya Pustaka di Solo, Kawedanan Kapujanggan di Jogjakarta, jawatan Kebudayaan PP dan K. di Jogjakarta, masih juga tidak dapat bahan-bahan yang sempurna, karena dokumen-dokumen yang perlu untuk bahan¬-bahan sejarah kurang mencukupinya.

Dari orang-orang tua yang saya pandang masih memperhatikan akan sejarah, saja dapati juga beberapa dongengan (legende) yang berhubungan dengan sejarah Jogjakarta dan Kotanya, tetapi sebagai kebiasaan dongengan-dongengan didalam masarakat kita yang berkenaan dengan sejarah atau tambo, pada umumnya tidak dapat diterima mentah-mentah saja, sebab umumnya mempunyai „inti sari" jang lebih mendalam, yang hanya bisa dimengerti oleh orang-¬orang yang tahu banyak tentang dasar kehidupan dan penghidupan suku Jawa saja. Dengan demikian sulitlah rasanya dijadikan bahan dalam membentuk sejarah dalam arti jang sebenarnya.

Disamping itu, saya dapati juga beberapa bahan dari buku-buku sejarah, tulisan ahli-ahli sejarah bangsa asing, diantaranya Prof. P.J.Veth, Jacob Mosses, Hartings, W. H. Van Ossenbercs, Tijdschrift voor Nederlands Indie dan lain-lain, Tetapi tulisan-tulisan itu tidak akan bisa dipisahkan dari pada „pandangan" dan „alam /pikiran asing", dalam menghadapi suatu tanah yang sangat diinginkan supaya pengaruh politik dan kekuasaannya dapat mengusir rasa-rasa kebangsaan clan rasa menentang yang, masih ada didalam kehidupan kita. Dengan demikian bila diselami dalam-dalam, tulisan-tulisan itu inti sarinya tidak lebih dan tidak kurang hanya inti merupakan usaha atau tipu daya, supaya kedudukan mereka disini makin menjadi kuat.

Salah satu bahan yang umumnya dipandang bisa memberi pertolongan banyak, adalah Babad Gianti, sebab didalam kitab tambo ini, membuat segala gerak-gerik yang bertalian rapat dengan lahirnya Jogjakarta. Tetapi berpegang kuat-kuat pada kitab tambo inipun rasanja masih kurang tepat, karena sejarah lahirnja tambo ini sendiri juga sudah tidak murni, sebab pendapat dan pikiran serta apa jang di¬ketahui oleh marhum Kiai Josodipuro, Pujangga di Surakarta, dan beberapa orang lagi Pujangga di Jogjakarta yang sama membantu menulis Babad Gianti, tidak semuanya boleh diumumkannya, sebab lebih dahulu harus mendapat persetujuan dari pihak Vereenigde Oost Indisch Compagnie, pihak yang berkeinginan keras untuk menyembunyikan „noda-noda dan kejelekannja", sebaliknja berkeinginan keras supaya kedudukannya disini dipandang sebagai „panggilan suci, untuk mendidik dan menolong kesulitan-kesulitan Negara dan rakyat Mataram".

Kalau masih ada satu-satunya harapan saya dalam menghadapi kesulitan¬kesulitan itu, adalah meneliti sendiri tentang bekas-bekas atau tempat-tempat yang mempunyai sejarah dalam „sejarah lahirnya Jogjakarta". Tetapi penyelidikan penyelidikan saja kearah itu, juga tidak mendapatkan hasil sebagai yang saya harapkan semula, sebab hampir semua bekas-bekas atau tempat-tempat yang bersejarah dan atau mempunyai hubungan langsung dengan sejarah „lahirnya Jogjakarta" itu kini sama sekali tidak terpelihara, hampir semuanya sudah musnah, dan kalau masih nampak, hanya tinggal kumpulan puing yang sangat menyedihkan. Catatan-catatan yang berkenaan dengan bekas-bekas atau tempat-tempat itu, sama sekali tidak ada, kecuali ceritera-ceritera dari beberapa orang tua yang berumah tangga dikanan-kiri tempat-tempat itu, jang merupakan dongengan-dongengan beraneka-rupa, bahkan yang satu dengan yang lain bertentangan.

Kesulitan-kesulitan yang saya hadapi ini, saya rasa akan dihadapi juga oleh lain-lain orang yang ingin menulis soal-soal yang berhubungan dengan sejarah kita, meskipun tidak demikianlah keinginan saja. Hanya dengan pengalaman-pengalaman ini, bisa ditarik kesimpulan, bahwa didalam kehidupan kita dimasa yang lampau, sangat kurang memperhatikan, akan barang-barang yang merupakan dokumentasi, baik yang berupa tulisan-tulisan, baik yang berupa gambaran-gambaran, maupun yang merupakan monumen-monumen yang langsung mempunyai hubungan dengan sejarah hidupnya orang-orang yang penting dalam masyarakat kita. Tentu saja yang saya maksudkan, bukannya hanya yang mempunjai arti „baik" saja, tetapi meskipun yang „bagaimana juga jeleknya", benda-benda itu tetap berharga bagi sejarah, sebab sejarah tidak dapat ditipu atau disulap; sejarah memberi didikan kepada keturunan kita yang akan datang, untuk meneropong sebab-sebab dan akibatnya cara hidup leluhurnya yang telah lampau, guna menempuh penghidupan dan kehidupan yang akan datang, supaya lebih sempurna dari pada yang pernah dialami dimasa yang lampau.

Demikianlah kesulitan-kesulitan yang saya hadapi dalam mengerjakan beban yang diserahkan oleh Panitia Peringatan 200 tahun Kotapradja Jogjakarta bagian penerbitan. Dengan demikian, kecil sekali harapan saja akan bisa mengisi kekosongan kekosongan jang terdapat didalam sejarah Indonesia pada umumnya dan Jogjakarta pada khususnya.

Wassalam, Penulis.
08:48

Lambang Kotapradja Jogjakarta (1956)

by , in
Buku "Kota Jogjakarta 200 Tahun, 7 Oktober 1756 - 7 Oktober 1956" (Darmosugito dkk./ Panitya-Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun, Yogyakarta: 1956) memuat makna lambang Kota Yogyakarta yang masih dipergunakan hingga saat ini, sebagai berikut:

Lambang Kotapradja Jogjakarta memiliki perbandingan 18:25, yaitu dimaksudkan untuk memperingati tahun bermulanya perjuangan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta pada tahun 1825.

Lambang ini menggunakan lima warna, yaitu: hitam, kuning, putih, merah dan hijau. Warna hitam melambangkan keabadian, warna kuning melambangkan keluhuran, dan warna putih melambangkan kesucian. Kemudian warna merah melambangkan keberanian dan warna hijau melambangkan kemakmuran.

Kalimat "Mangaju Hajuning Bawana" merupakan ungkapan cita-cita untuk menyempurnakan kehidupan masyarakat.

Bintang emas menjadi lambang cita-cita kesejahteraan, yang dicapai dengan usaha di lapangan kemakmuran (padi dan kapas: makanan dan pakaian).

Bentuk perisai menjadi lambang pertahanan dan bentuk segilima bermakna Pancasila yang menjadi dasar negara Republik Indonesia. Bentuk tugu mencitrakan Kota Jogjakarta sendiri.

Dua sayap melambangkan adanya kekuatan yang seimbang. Kemudian gunungan merupakan lambang kebudayaan, beringin kurung adalah kerakyatan, banteng mewujudkan semangat, dan keris menjadi simbol perjuangan.

Terdapat dua kalimat sengkala, yaitu: "Gunaning keris anggatra Kotapradja" yang bermakna angka tahun 1953 Masehi dan "Warna hasta samadyaning Kotapradja" yang bermkana angka tahun 1884 Jawa.
19:31

Bebek Tepi Sawah (BTS) Ubud cabang Jogja, Menu Lokal Selera Internasional

by , in
Bebek goreng crispy, atau crispy duck adalah menu paling jagoan di restoran ini. Rasanya crispy atau renyah tanpa lemak. Daging bebeknya lembut begitu masuk di mulut. Bebek yang identik dengan aroma amis, tidak ditemui di menu ini. Disajikan bersama sayur kacang panjang khas Bali dengan padu padanan sambal matah dan irisan bawang merah, serai dan cabai rawit memanjakan selera kuliner penikmatnya.

Tidak heran jika menu yang dimiliki Bebek Tepi Sawah (BTS) Ubud ini tak hanya disukai lidah orang lokal saja, namun juga lidah bule. Kesan orang terhadap menu berbahan bebek identik dengan alot atau berbau amis. kesan itu juga yang muncul saat awal mula I Nyoman Sumerta mendirikan Bebek Tepi Sawah di Ubud, Bali tahun 1999.

Untuk meyakinkan pembeli, tidak jarang I Nyoman Sumerta memberikan jaminan, jika bebek yang menjadi menu di tempatnya alot atau konsumen tidak suka maka tidak perlu bayar.

Hasilnya, ternyata bukan hanya lidah orang Indonesia yang merasa cocok dengan masakan BTS, namun juga sesuai dengans elera wisatawan asing yang datang ke BTS di Ubud, Bali. Bahkan tidak sedikit, tamu-tamu yang berkunjung ke BTS hanya meminta menu bebek crispy ini meski di tempat ini banyak menu lain.

Pada September 2013, BTS di Ubud dikunjungi Miss World 2013. Bukan hanya berkunjung, mereka juga menikmati menu kuliner Bali ini. Efeknya luar biasa, semakin banyak bule-bule yang jatuh cinta dengan BTS. Bahkan sebuah situs travel internasional terkemuka pernah menempatkan restoran ini di ranking pertama dalam katagori restoran terbaik di Ubud.

"Ini membuktikan bahwa menu kuliner lokal atau asli Bali disukai dan memiliki cita rasa atau selera internasional," kata I Nyoman Sumerta. Tidak hanya wisatawan yang jatuh hati pada masakan BTS, bahkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta keluarga pernah berkunjung ke retoran ini. Demikian pula keluarga besar mantan Presiden Soeharto, mantan Presiden Megawati, para selebritas nasioal maupun internasional.

Banyaknya permintaan masyarakat terhadap BTS agar membuka cabang di kota-kota lain, membuat BTS mengembangkan sayap membuka cabang di kota-kota besar di Indonesia, seperti jakarta, Tangerang, Surabaya, Makassar, Batam dan Yogyakarta, bahkan juga dari luar negeri yakni Singapura serta Malaysia.

I Nyoman Sumerta menjamin tidak ada perbedaan cita ras antara cabang dengan BTS Ubud. Hal ini selain bumbunya khas Bali, standar pelayanannya juga sama. Di Yogyakarta, meski baru soft-launching pada 19 April 2014 BTS Yogyakarta menjadi salah satu destinasi kuliner baru yang menarik warga Yogyakarta dan wisatawan baik dalam maupun luar negeri yang datang.

"Ada yang sampai nambah karena enaknya menu disini," kata Rahadi Saptata Abra. Komisaris BTS Ubud - Jogja. Selain cripsy duck atau bebek cripsy menu-menu lain diantaranya Bebek Betutu, Ayam Asap Goreng, Ayam PAnggang Tepi Sawah, Ayam Goreng, Steak serta menu-menu pendukung.

Sumber: harian Kedaulatan Rakyat, Rabu Pahing, 28 Mei 2014.

19:27

Bebek Tepi Sawah (BTS): Destinasi Baru Kuliner Jogja, Bukan Sekadar Soal Rasa

by , in
Bebek Tepi Sawah (BTS) Ubud cabang Jogja bisa disebut sebagai satu-satunya cabang yang paling memiliki kemiripan dengan BTS pusat di Ubud, Bali. Berada di Jalan Damai No. 78, Mudal, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, retoran ini memiliki view lengkap tepi sawah yang menyatu menjadi bagian dari BTS Ubud cabang Jogja, sama seperti BTS Ubud Bali.

Yogyakarta sebagai kota budaya, pelajar, pariwisata juga menyandang sebagai kota Meeting, Insentive, Conference and Exhibition (MICE). Predikat tersebut bukan tanpa alasan. Di Yogyakarta banyak terdapat hotel dan gedung pertemuan memiliki standar MICE yang selalu siap menggelar berbagai kegiatan baik skala nasional maupun internasional.

Kehadiran BTS Ubud cabang Jogja juga menjadi destinasi baru yang bukan sekadar menjadi tempat tempat makan. Keberadaannya menjadi daya dukung bagi acara-acara MICE yang diadakan di Yogyakarta. "Pengalaman kami menyelenggarakan acara MICE, seringkali peserta kesulitan mencari tempat makan yang nyaman menurut standar kalangan menengah atau bahkan untuk tamu VVIP. Nah, BTS cabang Jogja hadir karena adanya kebutuhan itu," kata Eddy Purjanto, Direktur Utama PT. Amerta Caya Parama, perusahaan yang mengelola BTS Ubud - Jogja, sekaligus pemegang hak waralaba BTS Ubud untuk area DIY dan Jawa Tengah.

Belum ada satu bulan dibuka di Yogya, sudah ada 3 besar Indonesia yang membuktikan kenyamanan serta lezatnya menu di BTS Ubud Yogyakarta. Tiga duta besar tersebut yaitu Andri Hadi (Duta Besar RI untuk Singapura), Djauhari Oratmangun (Duta Besar RI untuk Rusia) dan Retno Marsudi (Duta Besar RI untuk Belanda).

"Jogja selalu dekat di hati, Bebek Tepi Sawah, membuat Jogja semakin lengket di hati. Dari sajian beraneka adonan bebek yang tiada tara rasany, pelayanan yang khas Jogja, suasana persawahan yang kental dengan hirupan udara segar. Ramuan yang membuat beta ingin selalu kembali. Selamat atas pembukaan Bebek Tepi Sawah Ubud cabang Jogja. Spasibo Bolshoi, from Russia with Love". Gebitulah pernyataan Dubes RI untuk Rusia Djauhari Oratmangun usai berkunjung dan menikmati menu di BTS Ubud cabang Jogja belum lama ini.

Bukan hanya Dubes RI untuk Rusia yang mendapatkan kesan tak terlupakan setelah berkunjung ke BTS Jogja, Dubes RI untuk Belanda Retno MArsudi menyebut BTS sebagai 'Makanan tradisional dengan rasa dan penyajian kelas internasional".

Dubes RI untuk Singapur Andri Hadi menyatakan Yogyakarta menjadi salah satu favorit destinasi wisata bagi warga Singapura karena menawarkan keindahan baik dari segi budaya, obyek wisata yang menarik surga belanja dan wisata kuliner.

"Kehadiran BTS Ubud cabang Jogja memberikan daya tarik tersendiri karena pengunjung dapat menikmati sajian utama bebek goreng yang lain dari yang lain. Dengan kualitas rasa dan mutu, serta penyajian berstandar internasional serta harga yang relatif terjangkau, resto Bebek Tepi Sawah akan menambah menariknya Yogyakarta sebagai ikon wisata kuliner tidak hanya bagi turis mancanegara dari Singapura namun juga turis domestik tidak perlu ke Bali untuk menikmati cita rasa bebek yang unik ini," papar Andri Hadi panjang lebar saat berkunjung ke BTS Ubud cabang Jogja belum lama ini.

Salah satu nilai lebih BTS cabang Jogja selain soal rasa juga higeinisitas. Menyadari bahwa BTS Ubud memiliki standar tinggi dalam pelayanan, bahan baku terbaik, cara memasak yang didukung dengan fasilitas dapur berstandar hotel berbintang, hingga hidangan sampai di meja konsumen menjadi perhatian. Embel-embel internasional, bukan hanya soal rasa namun semua aspek yang terkait.

Beroperasi mulai pukul 10.00 hingga last order pukul 22.00, BTS Ubud cabang Jogja memiliki kapasitas 148 seat dengan konsep terbuka serta memiliki interior khas Bali. Lokasi ini juga memungkinkan digunakan untuk rapat-rapat informal atau menjamu kolega penting karena ada beberapa bangunan yang dibuat terpisah. sambil menikmati menu khas Bali pengunjung bisa menikmati nuansa tradisional yang eksotis karena lokasinya di tepi sawah. Bagi yang ingin datang untuk merasakan cita rasa menu di BTS Ubud cabang Jogja ini tidak ada salahnya untuk melakukan reservasi terlebih dulu untuk menghindari tidak mendapatkan kursi karena penuhnya pelanggan.

Sumber: harian Kedaulatan Rakyat, Rabu Pahing, 28 Mei 2014.

My Instagram