Aksesoris Bergaya Etnik nan Cantik



Aksesoris bergaya etnik nan cantik dan elegan kerap dicari para pencinta aksesoris. Meski modelnya mengadaptasi dari gaya kolonial Jawa, namun ketika dipadukan dengan sentuhan modern, aksesoris etnik ini pun menjadi tak lekang zaman.

Mengenakan aksesoris telah menjadi sebuah gaya hidup tersendiri kaum urban masa kini. Aksesoris semakin lama sepertinya sudah memegang peranan penting bagi penampilan si pemakai. Dan kini, dia tak hanya sekadar menjadi pelengkap busana tetapi juga bisa menampilkan jati diri hingga suasana hati sang pemakai. Dia bukan lagi sebagai pelengkap busana semata namun menjadi penunjang penampilan Anda.

Semakin banyak toko atau butik aksesoris bermunculan, rupanya membuat para fashionista dapat dengan mudah memilih serta memadupadankan antara busana yang akan dipakai dengan berbagai aksesoris penunjang gaya berpakaian. Berbagai model aksesoris cantik, mulai dari rantai-rantai dengan gaya etnik, aneka gelang, kalung, hingga bros yang dibuat dari kristal swarovsky, dapat juga membuat penampilan Anda semakin modis, cantik, dan elegan.



Model Aksesoris Aristokrat Jawa

Mungkin tak banyak yang tahu jika aksesoris sudah mulai digemari sejak zaman raja-raja Jawa masih berkuasa. Sebuah buku karangan dari John N. Miksic berjudul Old Javanese Gold banyak menceritakan seluk-beluk emas di Jawa, peran dan pemanfaatannya, sejak zaman prasejarah hingga awal abad ke-15, sebelum Islam masuk.

Seperti Power and Gold, buku ini juga katalogus koleksi Hunter Thompson, di Singapura, yang sebagian besar berupa perhiasan emas Jawa. Pengarangnya, John Miksic, adalah seorang arkeolog yang mengkhususkan diri dalam penelitian peradaban klasik Asia Tenggara. Perhiasan memang bisa merupakan suatu obyek penelitian tersendiri.

Sedangkan Susan Rodgers, seorang antropolog dari Amerika, dalam Power and Gold mengungkapkan, misalnya, bahwa, berbeda dengan di Barat, di Asia Tenggara perhiasan tradisional tidak sekadar berperan sebagai penghias tubuh, investasi, atau simbol status, tapi juga sarana wajib dalam upacara-upacara tertentu yang menandai peralihan dalam hidup, antara lain waktu menikah atau meninggal.

Hal ini tentunya sangat berkaitan dengan perilaku masyarakat dalam kebudayaan Jawa kuno, perhiasan yang didominasi dan terbuat dari emas itu tidak hanya berperan sebagai penghias tubuh, investasi, atau simbol status. Dia juga sebagai mata uang dan sarana ritual keagamaan.

Berbeda dengan Susan, John Miksic membahas perhiasan (emas) di Jawa dari sudut sejarah. Dalam kebudayaan Jawa kuno, emas tidak cuma dipakai untuk perhiasan. Ia juga dipakai sebagai mata uang, dan sarana ritual keagamaan. Banyak yang menarik dari kajian Miksic. Antara lain, kita dapat menyimak peralihan keterampilan dan teknik masyarakat Jawa dalam mengolah emas.

Emas telah diolah di Indonesia sejak zaman prasejarah. Sebelum digunakan sebagai perhiasan, dalam bentuk yang sederhana (tanpa dipanaskan, hanya lewat proses penempaan), ia telah digunakan sebagai penutup mata, hidung, dan mulut jenazah. Lalu berkembang menjadi penutup wajah jenazah (death mask).

Pada jaman Kerajaan Kuno Mataram pun, perhiasan sudah mulai dikoleksi. Hingga saat ini beberapa diantaranya pun masih tersimpan baik di Keraton Yogyakarta. Salah satunya adalah perhiasan pusaka yang dipakai oleh GKR Pembayun pada hari pernikahannya. Perhiasan tersebut berupa pethat gunungan, lima buah cunduk menthul yang dipasang di kepala, centhung, subang ronyok, sangsangan susun tiga, cincin, binggel, kelat bahu, dan pending. Model-modelnya pun sangat kental dengan gaya aristokrat khas kerajaan Jawa masa silam yang kaya akan detail namun elegan.

Model etnik semacam itu, kini kembali populer. Menurut Miksic, para perajin perhiasan dan aksesoris biasa membuat manik-manik dengan menggabungkan antara emas, perak, tembaga dengan kawat dan rantai. Perhiasan yang bersifat klasik inilah yang memiliki model abadi dan tahan akan perubahan zaman.



Tren Aksesoris Gaya Etnik

Di zaman sekarang, aksesoris bergaya etnik kembali digemari oleh masyarakat. Sudah banyak desainer perhiasan yang mengangkat model ini sebagai tren aksesoris. Kebanyakan tidak lagi dibuat dari emas, melainkan tembaga. Tujuannya jelas, aksesoris ini bisa dipakai siapa saja tanpa melihat kasta. Aksesoris dari tembaga memang terlihat etnik, modis, lebih elegan, dan mungkin satu-satunya model yang tak lekang zaman.

Berbagai model aksesoris etnik mulai dari gelang, cincin, kalung, bros hingga anting tak jarang menarik minat masyarakat untuk mengkoleksi. Tak hanya itu, desainer sekelas Emporio Armani pun kini mengeluarkan rancangan aksesorisnya yang bernuansa klasik.

Tahun 2011 ini akan menjadi musimnya perhiasan tebal dan besar. Berbagai model kalung besar, anting-anting chandelier panjang dan cincin bermata besar akan mendominasi. Warna-warna perak, perunggu, emas dan kuningan akan kembali populer karena sangat cocok dipadupadankan dengan busana kasual sehingga dapat mempercantik penampilan sehari-hari.

Salah satu yang paling digemari kaum hawa saat ini adalah perhiasan perak bakar. Kebanyakan aksesoris ini dilengkapi dengan batu berwarna-warni. Umumnya, aksesoris ini diminati karena modelnya yang klasik namun berkesan mewah. Perhiasan berbahan dasar perak asli ini diproses dengan pembakaran pada suhu tertentu sehingga dapat menghasilkan warna yang indah. Aksesoris ini sering menjadi pilihan alternatif para wanita karena ketahanan warna yang relatif lebih lama dibanding bahan lain.

Menurut Rima, asisten manajer Jolie Accessories, tema aksesoris bernuansa etnik tak akan pernah mati meski diprediksi tren aksesoris 2011 akan lebih banyak menampilkan hiasan bulu-bulu indah. Menurutnya, aksesoris etnik juga tetap digemari.

Toko yang berlokasi di Jalan Diponegoro 110 Yogyakarta ini, selain menjual berbagai bahan dan aksesoris jadi, ternyata juga mulai mengembangkan berbagai kursus membuat aksesoris untuk para pelanggannya. Dengan itu, Anda atau pelanggan bisa membuat sendiri model sesuai selera.

“Banyak juga yang tertarik belajar membuat aksesoris. Tentunya berbeda dan kreasi sendiri. Kami di sini menyediakan para pelatih yang sudah profesional,” ujarnya kepada Kabare.

Namun, bagi pelanggan yang ingin kursus secara privat juga dilayani dan dikenakan biaya sebesar Rp. 25.000,- saja untuk waktu selama dua jam. Mereka pun bisa memilih, mau mengambil kursus membuat apa saja termasuk aksesoris bergaya etnik. Anda tertarik?

Sumber: Majalah Kabare, edisi Januari 2011 (Teks:Della Yuanita, foto: Budi Prast).

My Instagram